Kita terpanggil menjadi pendoa. Haleluya

Senin, 08 April 2013

ELI, ELI, LAMA SABAKHTANI


Itulah seruan Yesus di kayu salib beberapa saat menjelang kematian-Nya, arti seruan itu adalah : ”Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku”(Matius 27:46 b). Rasanya seruan itu menggambarkan satu perjuangan menghadapi maut dalam kesendirian. Sorga diam dan tidak bereaksi ketika kematian itu masuk kedalam “makluk kekal” yang rela menjadi manusia yang “fana”. Dengan demikian kematian nampaknya berhasil menunjukkan “Super Powernya”. Sebelum akhirnya dikalahkan dengan kebangkitan Yesus.



Kematian Yesus tidak dapat dilihat  sekedar kematian alamiah yang dapat terjadi kepada setiap orang. Kematian itu adalah satu rencana. Dan rencana itu berawal di surga jauh sebelum Yesus turun kebumi.Kelahiran Yesus di Bethlehem  adalah awal dari satu rencana Allah di Kayu salib.Allah membuka satu hubungan baru dengan manusia melalui kematian ini. Hanya dengan proses inilah Allah melihat manusia menjadi “acceptable” ,supaya di dalam Dia manusia dibenarkan oleh Allah. (2 Korintus 5:21). Kayu salib telah membuka tabir universal dan memperbolehkan manusia dapat langsung berhubungan dengan Allah. Kematian itu adalah aksesnya. Kayu salib membuka “new relationship”bukan “new religion”. Kayu salib bukan agama baru. Agama hanyalah bayangan, menurut rasul Paulus, dan Yesus dengan kelahiran. kematian dan kebangkitan adalah  “substansinya”. Kita tidak dapat diselamatkan oleh bayangan keselamatan atau ide keselamatan. Ide keselamatan hanya memungkinkan kita untuk mengetahui keselamatan itu bukan memiliki keselamatan. Ide tentang pesawat terbang tidak menjadikan kita memiliki pesawat terbang. Manusia hanya dapat diselamatkan oleh perbuatan konkrit Allah. Dia sendiri datang dan menyelamatkan. Yesus adalah substansinya.



Allah membiarkan “anak manusia” itu mati. Bagaikan domba yang dibawa ke pembantaian dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya.Yesus dengan patuh menelusuri rencana sorga (Kisah 8:32). Satu persatu Yesus menuruni anak tangga kehinaan dengan sadar dan rela mulai dari Betlehem sampai kepada kematian. Semakin dia menuju kematian semakin jauh Dia dari sorga dari mana Dia berasal.Harga harus dibayar bila ingin menuruti semua rencana dan blue print sorgawi. Dan sorga sendiri tidak akan mengobah rencana itu walaupun hal itu tidak mudah bagi Yesus sebagai “anak manusia”. Betapa jauhnya Yesus menuruni anak tangga penderitaan itu sampai kepada anak tangga yang terakhir yaitu kematian.



Kematian Yesus bukanlah hanya menjadikan keselamatan itu “dimungkinkan”bagi manusia tetapi sebenarnya adalah untuk menyelamatkan mereka dari “kutuk hukum taurat” yang telah mengikat manusia itu secara sistematis dan metodis beribu tahun sampai datangnya Yesus.Kutuk sistematis ini telah menyandera umat manusia. Dan tidak ada orang yang akan membayar uang tebusan (ransom) bila tidak ada kepastian akan di selamatkan atau dilepaskan kepada siapa wang tebusan itu dibayar.Uang tebusan menjadi bukan uang tebusan kalau tidak ada kelepasan yang terjadi. Kurban menjadi bukan kurban kalau tidak ada kepastian bahwa akan ada perdamaian dari yang menerima kurban. Yesus adalah ransom untuk manusia di kayu salib untuk tebusan dari kutuk dan kuasa dosa yang adalah kematian. Yesus menjadi kurban untuk perdamaian dengan Allah.Dia membeli kembali orang-orang percaya dengan darah-Nya



Dengan salib Yesus memberikan pengembalian hak atas manusia yang percaya.Salib bukan sekedar “maaf” atau “pardoning”atas dosa manusia.Tetapi pengalihan dari “gelap” kepada “terang” dari “budak” menjadi “ anak merdeka” dari “musuh” menjadi “sahabat” dari “terdakwa” menjadi “orang bebas“ dari “akil balik” menjadi “dewasa “ dari “sekedar manager” menjadi pemilik dan pewaris.



Tidak ada keselamatan tanpa penumpahan darah. Semua agama mengetahuinya demikian. Tetapi keselamatan itu harus di disain dan dirancang oleh Allah sendiri karena Dialah yang akan menerima kurban yang ditumpahkan darahnya. Dan Allah hanya berkenan kepada kurban yang dia telah tentukan sendiri. Manusia tidak dapat didamaikan dengan kurban yang sama sekali tidak di setujui oleh Allah. Itu adalah perbuatan sia-sia. Tidak ada self-redemption.Yesus adalah kurban yang di kurbankan sekali untuk selamanya.



Darah inilah yang “berbicara” (Ibrani 12:24) di sorga dan di seluruh alam jagad raya ini. Darah kayu salib berbicara tentang pemenuhan semua klaim ”keadilan Illahi”. Ini akan mengamankan  justifikasi (pembenaran) kita, karena memenuhi semua syarat Allah tentang penebusan dan pengampunan. Semua prosedur illahi  telah dipenuhi. Darah di salib adalah bukti yang berbicara di pengadilan universal bahwa umat manusia telah dibebaskan dari hukuman kekal. ”Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka?, Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjdi pembela bagi kita ( Roma 8:33-34)



Dalam Yohanes 6: 53 berkata:” Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusi dan minum daran-Nya kamu tidak  mempunyai hidup di dalam dirimu”. Ini menunjukkan adanya proses “importasi”.Kuasa darah Yesus telah di importasikan ke dalam hidup kita. Importasi mana telah dilakukan oleh Roh Kudus,ketika kita menerima Yesus dan kita menerima semua kepenuhan-Nya.



Darah Yesus di kayu salib telah berbicara kepada Allah: ”Ya Bapa ampunilah mereka”. Ini adalah suara perdamaian, suara yang terdengar ke seluruh alam jagad raya dan bebas prekuensi gelombang siapa saja yang dapat mendengar dapat percaya dan di selamatkan. Suara ini sampai di sorga dan justru lebih keras di sorga yang berbicara setiap saat. Ini bukan suara agama atau suara filsafat atau teologia yang banyak tidak pernah terdengar sampai di sorga karena jauh di bawah “desibel” pendengaran Allah. Hanya darah Yesuslah yang di dengar di sorga dan berbicara tentang pengampunan dosa kita.

 

 

Pematangsiantar 27 Maret,2002


Rev.M.H.Siburian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar