Oleh: Harmoko Sinaga, S.P
Sidang Pangurusan Samosir
Ketua Biro Pemuda GPI Wilayah Samosir Sekitarnya
Pekerjaan: Manager Radio Green Samosir
(Juara Harapan-I Kategori Artikel)
Berbicara mengenai mempertahankan
adalah bagian kata-kata yang susah untuk dilakukan, akan tetapi hal ini sangat
esensial untuk dilakukan karena merujuk pada tanda atau ciri yang harus
benar-benar dipertahankan agar tidak kehilangan jejak dan tidak hilang ciri
yang menunjukkan sisi gereja Tuhan yang sudah lama dibentuk. Kata “mempertahankan” diarahkan pada generasi muda atau yang disebut GEN MUDA GPI
seperti yang disebut dalam kontes ini.
Muda, kreatif, cerdas dan cinta
Tuhan adalah bagian yang harus tetap dipakai dalam misi mempertahankan ciri
gereja. Kreatif bukan berarti menghilangkan yang ada, akan tetapi membuat apa
yang ada lebih berwarna dan semakin menarik. Cinta Tuhan adalah dasar dari
segala upaya yang akan dilakukan. Hilangnya jati diri gereja pada masa sekarang
adalah kebanyakan berawal dari adopsi perkembangan yang ada. Adopsi tanpa
seleksi terhadap setiap perkembangan membuat lama kelamaan jati diri gereja
hilang bahkan terkesan ikut-ikutan dan meniru, sehingga kita tidak mengenal
bagaimanakah jati diri gereja tersebut sebenarnya.
Ada beberapa ciri-ciri GEREJA
PENTAKOSTA INDONESIA yang penulis angkat dalam tulisan ini, yang diamati dan dilihat,
dialami, ditanya, di analisa, bahkan ditelisik kebenarannya apakah ciri-ciri
itu masih ada atau bahkan sudah hilang. Ciri gereja yang tetap harus
dipertahankan karena itu bukan hanya sekedar ciri gereja, akan tetapi tetap
juga akan dilihat dan disesuaikan bagaimana menurut Firman Tuhan terkait dengan
ciri tersebut.
Semangat dalam mencari jati diri
melalui ciri gereja akan menjadi bagian penting dalam arah pengembangan
pelayanan. Firman Tuhan sebagai dasar landasan dalam pelayanan ini akan
menuntun pelayanan yang lebih baik terkhusus yang berasal dari para generasi
muda. Generasi muda yang semakin cinta Tuhan dan semakin mencintai pelayanan
melalui Gereja Pentakosta Indonesia, bertahan untuk sampai pada masa akhirnya
Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Tulisan ini tidak menunjukkan egoisme
pelayanan khusus gereja kita, tapi tulisan ini lebih menunjukkan ternyata bahwa
gereja yang selama ini kita dilahirkan, kita dibesarkan, atau kita dipanggil,
kita bertumbuh dan berbuah, sangat luar biasa Kasih Tuhan bagi gereja-Nya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua pembacanya, tidak hanya untuk
tujuan lomba karya tulis ini, akan tetapi sebagai tulisan sederhana yang bisa
memotivasi kita untuk lebih bersemangat dalam melayani Tuhan di Gereja
Pentakosta Indonesia.
Saatnya berbenah untuk sebuah upaya
dalam mempertahankan ciri gereja yang diberkati Tuhan Yesus. Gereja Pentakosta
Indonesia lahir dari kesederhanaan, akan tetapi sangat luar biasa Tuhan berkati
hingga generasi gereja-Nya yang semakin banyak dan semakin bertumbuh. Kuasa Roh Kudus senantiasa bersama seiring dengan
pertumbuhan gereja-Nya. Ada beberapa yang penulis lihat untuk bisa tetap
dipertahankan bahkan dikembalikan pada seperti awalnya ciri Gereja Pentakosta
Indonesia, seperti berikut :
Kepenuhan Roh Kudus
Bukan jemaat Gereja Pentakosta
Indonesia namanya kalo tidak merindukan kepenuhan Roh Kudus. Atau mungkin belum
dibagikan betapa indahnya hidup di dalam Kasih Roh Kudus atau bahkan tidak
pernah sama sekali mendengar kebenaran Firman Tuhan tentang Kepenuhan Roh Kudus.
Atau memang tidak adanya lagi kerinduan akan pemenuhan Roh Kudus. Hal ini dapat
diliha menjadi masalah yang harus segera diperbaiki, baik dari sharing Firman
melalui Hamba Tuhan, ataupun kesaksian-kesaksian para orang tua yang sudah
pernah “tarsahap Tondi Porbadia (Kepenuhan Roh Kudus)”.
Kondisi sekarang pada pemuda gereja
kita, hal yang mendasar yang terjadi pada pemuda adalah, hilangnya kecintaan
untuk berdoa. Hari-hari yang dilalui tanpa doa, semangat berdoa tipis,
hilangnya semangat berdoa dan kesungguhan berdoa. Cerita yang lalu, pada umur
SMA sederajat bahwa para pemuda terdahulu bisa menikmati doa dengan penyerahan
yang sungguh-sungguh bahkan meneteskan air mata tanda penyerahan yang total
kepada Tuhan Yesus. Kondisi sekarang, bahwa banyak dari generasi pemuda
sekarang SMA sederajat yang tidak mampu berdoa seperti itu lagi. Terlihat dari
survey yang dilakukan pada beberapa muda-mudi yang ada di beberapa sidang di
daerah, cara berdoa yang khas dengan totalitas penyerahan sudah berubah berdoa
seperti hafalan. Bahkan dengan nada dan emosi yang datar. Hal ini bisa terjadi
karena kecintaan akan berdoanya sudah sangat kurang. Mendasari bahwa doa adalah
bagian dari kehidupan di dalam Tuhan tidak terlatih lagi untuk pemuda sekarang.
Pantauan berikutnya yang terjadi adalah saat doa “marsinggang” atau doa bersama
di gereja kita, suara berdoa dari kaum pemuda sudah terdengar pelan dan bahkan
sangat singkat. Bahkan tidak jarang juga banyaknya pemuda dalam satu gereja
yang tidak berdoa serta keluar dari gereja saat proses doa tersebut. Bagaimana
caranya untuk bisa dipenuhi Roh Kudus, kalau hal yang dasar ini menjadi masalah
bagi generasi pemuda gereja kita.
Peran kita sebagai pemuda haruslah
lebih menikmati proses doa yang ada pada kita. Penyerahan total pada saat
berdoa adalah kunci dasar untuk bisa menikmati dan merasakan betapa indahnya
kasih Tuhan saat benar-benar berdoa. Cerita seorang teman gereja “gadis” yang
memohon juga dukungan doa untuk kepenuhan Roh Kudus, dimana dia sudah
bertahun-tahun merindukan kepenuhan Roh Kudus ini. Pengakuannya bahwa dia sudah
benar-benar rindu akan kepenuhan Roh Kudus, tapi kenapa tidak kunjung
diberikan. Berbagai pertanyaan terlontarkan melihat sejauh mana kerinduannya
akan Roh Kudus. Tapi saat ditanyakan tentang kualitas doanya selama ini dan
kuantitas doanya selama ini, dia menyampaikan bahwa dia kurang sungguh-sungguh
bahkan terkesan asalan. Hal inilah yang sederhana harus dibangun untuk kita
tetap bisa mempertahankan jatidiri seperti yang dimiliki para terdahulu,
semangat Api Pentakosta dalam doa dan kepenuhan Roh Kudus.
Holong
na mar”Pentakosta”
Holong na mar”Pentakosta” ini
berbicara tentang kasih yang terjadi diantara sesama jemaat Pentakosta. Hal ini
juga berbicara mengenai bagaimana respon satu sama lain ketika sudah mengetahui
bahwa orang tersebut adalah Gereja Pentakosta Indonesia juga. Hal inilah yang
sangat indah dapat kita lihat bila bertemu dengan saudara seiman dari sesama
gereja kita. Bukan mengenai keegoisan tapi lebih kepada iman pada satu Esa
Yesus Kristus dengan pemikiran dan cara yang sama.
Penggalan lagu kita yang berjudul
“Paojak ma jabumu di atas batu mamak” menyebutkan di dalam liriknya “nang so
arga ho di angka pamili mi, nang di angka tutur nang angka sisolhotmi! Na arga
do na arga do ho di Tuhan Jesus I” (walaupun engkau tidak berharga diantar
keluarga, kerabatmu dan keturunanmu, engkau sangat berharga bagi Tuhan Yesus).
Ketika hal ini dipertanyakan bagi para Hamba Tuhan yang sudah tua dari generasi
pertama, mereka langsung menceritakan bagaimana kehadiran Gereja Pentakosta
Indonesia di daerah dan bagaimana perjuangan penginjilan masa dahulu terkait dengan
hal itu. Gereja yang hina, bahkan dikatakan bahwa gereja ini adalah kabar buruk
bagi sebuah keluarga yang saat anggota keluarganya masuk ke Gereja Pentakosta
Indonesia. Bahkan cerita tentang, ketika seorang isteri masuk ke Gereja kita,
suami langsung membunuh isterinya tersebut. Cerita ini masih ditemukan dari
para Hamba Tuhan yang sudah tua di Samosir. Seolah-olah kehadiran gereja ini
malapetakan bagi orang Batak di daerah ini, karena perubahan pandangan gereja
dari yang pemuja berhala menjadi pengikut Kristus. Kejadian-kejadian seperti
itu di awal pelayanan HambaNya di gereja, kisah pahit dan manis bersama ketika
mengawali pelayanan gereja, hal itulah yang membuat merasa satu dan merasa
bahwa gereja itu melebihi keluarga sendiri bagi dirinya. Dan oleh rasa
sepenanggungan seperti ini yang melahirkan lagu tersebut dan itu sudah menjadi
bagian dari diri gereja yang membuat semakin bertahan untuk bertumbuh.
Bagi generasi muda gereja, rasa dan
semangat para terdahulu yang memperjuangkan iman Kristiani dengan cara gereja
sendiri haruslah dipertahankan dengan cara semakin mencintai gereja dan semakin
bersekutu luar biasa bagi sesame gereja kita. Bila kita satu, Tuhan akan
memberikan kekuatan bagi gerejaNya untuk bertumbuh dan berbuah.
Roha Partamuei (Hati yang murah
menjamu)
Alangkah indahnya melihat senyuman
yang tulus dan ikhlas dari tuan atau nyonya rumah ketika kita berkunjung atau
bertamu ke rumah mereka. Hal
inilah yang menjadi ciri gereja yang sangat indah dan sangat memberkati. Ada
kesan yang indah dapat kita tangkap ketika kunjungan Bapak Ketua Rev Dr. MH.
Siburian ke Samosir begitu bersemangat dan pernyataan dari Bapak Ketua juga
menyatakan sukacitanya bila melayani di Samosir. Setelah bertanya kepada Pdt A
Tarigan, pengurus pusat yang sering mendampingi Ketua tentang hal itu, Pdt A
Tarigan menyampaikan rahasianya bahwa jemaat di Samosir menyuguhkan apa yang
ada pada dirinya dan menyuguhkan selalu yang terbaik yang ada di daerah itu.
Dan setelah menyuguhkan dan memberikan apa yang ada tersebut, jemaat di Samosir
bersukacita dan percaya bahwa itu adalah berkat bagi mereka.
Jalang-jalang
Marisi (Salam berkat)
Salam berkat bukan
salam tempel. Salam berkat adalah salam pemberian dari jemaat yang berisikan
uang yang diberikan kepada Hamba Tuhan. Pemberian ini berasal dari iman yang
tulus untuk memberi kepada Hamba Tuhan dengan harapan bahwa pemberian itu
sebagai jalan berkat dari Tuhan Yesus dalam hidupnya.
Firman Tuhan pada Lukas
21:4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi
janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh
nafkahnya." Hal ini tetap menjadi patokan yang indah dalam hal memberi.
Hendaklah kita memberi dengan segala kesederhanaan, memberikan yang terbaik
yang ada pada kita.
Haleluya...
BalasHapusPujiTuhan artikel sdra.Harmoko Sinaga ini sangat membangun.. Biarlah setiap Generasi Muda Gereja Pentakosta Indonesia kedepan menjadi lebih indah dalam melayani Tuhan Yesus. Sepenuh hati dalam menyerahkan masa mudanya untuk melayani Tuhan, serta menjadi orang yang selalu meneladani karakter Tuhan Yesus dalam kehidupannya sehari-hari. Amin.
Haleluya...
bertambah wawasan mengenai gereja-gereja yg ada di Indonesia.. :)
BalasHapusartikelnya bagus
BalasHapushanya saja masih ada ciri khas GPI yg lupa dicantumkan, ciri ini malah sangat kental dan melekat dan tidak ada dijumpai di denominasi lain diluar Gereja Pentakosta Indonesia
Ciri khas nya yaitu sapaan : PUJI TUHAN kemudian dijawab dengan HALELUYA!!
Kadang memang sdh ada yg mengganti dengan sapaan Syalom, Salam Sejahtera, dll, tapi kiranya salam khas pentakosta ini jangan kita tinggalkan karena memberikan makna yg sangat baik yaitu biarlah nama Tuhan yang ditinggikan selalu!!
Haleluya!!
Terimakasih Harmoko. Tuhan Memberkati
BalasHapusHaleluya,,, cukup membangun.... mentalitas iman pemuda yang saat ini melemah...
BalasHapus