Kita terpanggil menjadi pendoa. Haleluya

Senin, 23 September 2013

Mempertahankan Ciri Gereja Pentakosta Indonesia

Oleh:  Harmoko Sinaga, S.P
Sidang Pangurusan Samosir

Ketua Biro Pemuda GPI Wilayah Samosir Sekitarnya
Pekerjaan:  Manager Radio Green Samosir
(Juara Harapan-I Kategori Artikel)

Berbicara mengenai mempertahankan adalah bagian kata-kata yang susah untuk dilakukan, akan tetapi hal ini sangat esensial untuk dilakukan karena merujuk pada tanda atau ciri yang harus benar-benar dipertahankan agar tidak kehilangan jejak dan tidak hilang ciri yang menunjukkan sisi gereja Tuhan yang sudah lama dibentuk. Kata “mempertahankan” diarahkan pada generasi muda atau yang disebut GEN MUDA GPI seperti yang disebut dalam kontes ini.
            Muda, kreatif, cerdas dan cinta Tuhan adalah bagian yang harus tetap dipakai dalam misi mempertahankan ciri gereja. Kreatif bukan berarti menghilangkan yang ada, akan tetapi membuat apa yang ada lebih berwarna dan semakin menarik. Cinta Tuhan adalah dasar dari segala upaya yang akan dilakukan. Hilangnya jati diri gereja pada masa sekarang adalah kebanyakan berawal dari adopsi perkembangan yang ada. Adopsi tanpa seleksi terhadap setiap perkembangan membuat lama kelamaan jati diri gereja hilang bahkan terkesan ikut-ikutan dan meniru, sehingga kita tidak mengenal bagaimanakah jati diri gereja tersebut sebenarnya.
            Ada beberapa ciri-ciri GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA yang penulis angkat dalam tulisan ini, yang diamati dan dilihat, dialami, ditanya, di analisa, bahkan ditelisik kebenarannya apakah ciri-ciri itu masih ada atau bahkan sudah hilang. Ciri gereja yang tetap harus dipertahankan karena itu bukan hanya sekedar ciri gereja, akan tetapi tetap juga akan dilihat dan disesuaikan bagaimana menurut Firman Tuhan terkait dengan ciri tersebut.
            Semangat dalam mencari jati diri melalui ciri gereja akan menjadi bagian penting dalam arah pengembangan pelayanan. Firman Tuhan sebagai dasar landasan dalam pelayanan ini akan menuntun pelayanan yang lebih baik terkhusus yang berasal dari para generasi muda. Generasi muda yang semakin cinta Tuhan dan semakin mencintai pelayanan melalui Gereja Pentakosta Indonesia, bertahan untuk sampai pada masa akhirnya Tuhan Yesus datang kedua kalinya. Tulisan ini tidak menunjukkan egoisme pelayanan khusus gereja kita, tapi tulisan ini lebih menunjukkan ternyata bahwa gereja yang selama ini kita dilahirkan, kita dibesarkan, atau kita dipanggil, kita bertumbuh dan berbuah, sangat luar biasa Kasih Tuhan bagi gereja-Nya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua pembacanya, tidak hanya untuk tujuan lomba karya tulis ini, akan tetapi sebagai tulisan sederhana yang bisa memotivasi kita untuk lebih bersemangat dalam melayani Tuhan di Gereja Pentakosta Indonesia.
            Saatnya berbenah untuk sebuah upaya dalam mempertahankan ciri gereja yang diberkati Tuhan Yesus. Gereja Pentakosta Indonesia lahir dari kesederhanaan, akan tetapi sangat luar biasa Tuhan berkati hingga generasi gereja-Nya yang semakin banyak dan semakin bertumbuh. Kuasa Roh Kudus senantiasa bersama seiring dengan pertumbuhan gereja-Nya. Ada beberapa yang penulis lihat untuk bisa tetap dipertahankan bahkan dikembalikan pada seperti awalnya ciri Gereja Pentakosta Indonesia, seperti berikut :

Kepenuhan Roh Kudus
            Bukan jemaat Gereja Pentakosta Indonesia namanya kalo tidak merindukan kepenuhan Roh Kudus. Atau mungkin belum dibagikan betapa indahnya hidup di dalam Kasih Roh Kudus atau bahkan tidak pernah sama sekali mendengar kebenaran Firman Tuhan tentang Kepenuhan Roh Kudus. Atau memang tidak adanya lagi kerinduan akan pemenuhan Roh Kudus. Hal ini dapat diliha menjadi masalah yang harus segera diperbaiki, baik dari sharing Firman melalui Hamba Tuhan, ataupun kesaksian-kesaksian para orang tua yang sudah pernah “tarsahap Tondi Porbadia (Kepenuhan Roh Kudus)”.
           
Pentakosta atau yang juga disebut sebagai Hari ke-50 dimana setelah kebangkitan Yesus dari antara orang mati, Yesus berada di bumi selama 40 hari dan naik ke sorga. Roh Kudus dijanjikan akan turun atas murid pada hari yang ke-50. Pentakosta berarti Hari turunnya Roh Kudus. Ketika Murid menantikan Roh Kudus, janji Tuhan Yesus terpenuhi, Murid dipenuhi dengan Roh Kudus dengan berbagai tanda. Hal inilah sebagai dasar Kepenuhan Roh Kudus bagi gerejaNya. Bagi jemaat dan para Hamba Tuhan terdahulu, peperangan rohani dikenal juga dengan peperangan roh. Bagi Hamba Tuhan yang bertahan adalah Hamba Tuhan yang dipenuhi dengan Roh Kudus. Hikmat dan kuasa Tuhan Yesus berikan melalui Kuasa Roh Kudus. Masa sekarang terlihat kecintaan terhadap gereja juga sangat terletak pada diri kita PEMUDA, apakah kita masih memiliki kerinduan akan kuasa Roh Kudus. Cerita Hamba Tuhan terdahulu, bahwa tidak hanya pada momen doa 10 malam seperti yang murid Tuhan Yesus lakukan, kepenuhan Roh Kudus itu bisa terjadi. Akan tetapi, setiap kerinduan yang sungguh besar dan penantian yang sungguh-sungguh maka dengan percaya Kepenuhan Roh Kudus akan kita terima.
            Kondisi sekarang pada pemuda gereja kita, hal yang mendasar yang terjadi pada pemuda adalah, hilangnya kecintaan untuk berdoa. Hari-hari yang dilalui tanpa doa, semangat berdoa tipis, hilangnya semangat berdoa dan kesungguhan berdoa. Cerita yang lalu, pada umur SMA sederajat bahwa para pemuda terdahulu bisa menikmati doa dengan penyerahan yang sungguh-sungguh bahkan meneteskan air mata tanda penyerahan yang total kepada Tuhan Yesus. Kondisi sekarang, bahwa banyak dari generasi pemuda sekarang SMA sederajat yang tidak mampu berdoa seperti itu lagi. Terlihat dari survey yang dilakukan pada beberapa muda-mudi yang ada di beberapa sidang di daerah, cara berdoa yang khas dengan totalitas penyerahan sudah berubah berdoa seperti hafalan. Bahkan dengan nada dan emosi yang datar. Hal ini bisa terjadi karena kecintaan akan berdoanya sudah sangat kurang. Mendasari bahwa doa adalah bagian dari kehidupan di dalam Tuhan tidak terlatih lagi untuk pemuda sekarang. Pantauan berikutnya yang terjadi adalah saat doa “marsinggang” atau doa bersama di gereja kita, suara berdoa dari kaum pemuda sudah terdengar pelan dan bahkan sangat singkat. Bahkan tidak jarang juga banyaknya pemuda dalam satu gereja yang tidak berdoa serta keluar dari gereja saat proses doa tersebut. Bagaimana caranya untuk bisa dipenuhi Roh Kudus, kalau hal yang dasar ini menjadi masalah bagi generasi pemuda gereja kita.
            Peran kita sebagai pemuda haruslah lebih menikmati proses doa yang ada pada kita. Penyerahan total pada saat berdoa adalah kunci dasar untuk bisa menikmati dan merasakan betapa indahnya kasih Tuhan saat benar-benar berdoa. Cerita seorang teman gereja “gadis” yang memohon juga dukungan doa untuk kepenuhan Roh Kudus, dimana dia sudah bertahun-tahun merindukan kepenuhan Roh Kudus ini. Pengakuannya bahwa dia sudah benar-benar rindu akan kepenuhan Roh Kudus, tapi kenapa tidak kunjung diberikan. Berbagai pertanyaan terlontarkan melihat sejauh mana kerinduannya akan Roh Kudus. Tapi saat ditanyakan tentang kualitas doanya selama ini dan kuantitas doanya selama ini, dia menyampaikan bahwa dia kurang sungguh-sungguh bahkan terkesan asalan. Hal inilah yang sederhana harus dibangun untuk kita tetap bisa mempertahankan jatidiri seperti yang dimiliki para terdahulu, semangat Api Pentakosta dalam doa dan kepenuhan Roh Kudus.

Holong na mar”Pentakosta”
            Holong na mar”Pentakosta” ini berbicara tentang kasih yang terjadi diantara sesama jemaat Pentakosta. Hal ini juga berbicara mengenai bagaimana respon satu sama lain ketika sudah mengetahui bahwa orang tersebut adalah Gereja Pentakosta Indonesia juga. Hal inilah yang sangat indah dapat kita lihat bila bertemu dengan saudara seiman dari sesama gereja kita. Bukan mengenai keegoisan tapi lebih kepada iman pada satu Esa Yesus Kristus dengan pemikiran dan cara yang sama.
           
Saat ketemu dan berkata “Haleluya!” langsung diserta dengan jabatan tangan dan pertanyaan “na Pentakosta do hamu? (yang Pentakostanya anda?)” inilah yang menjadi ciri gereja yang harus tetap dipertahankan. Ntah bagaimana caranya hal ini bisa terjadi, dan terlihat seragam dimana saja gereja kita berada. Pertemuan antara sesame jemaat gereja kita sangat terlihat berbeda ketika mengetahui bahwa kita adalah sesame Gereja Pentakosta Indonesia.
            Penggalan lagu kita yang berjudul “Paojak ma jabumu di atas batu mamak” menyebutkan di dalam liriknya “nang so arga ho di angka pamili mi, nang di angka tutur nang angka sisolhotmi! Na arga do na arga do ho di Tuhan Jesus I” (walaupun engkau tidak berharga diantar keluarga, kerabatmu dan keturunanmu, engkau sangat berharga bagi Tuhan Yesus). Ketika hal ini dipertanyakan bagi para Hamba Tuhan yang sudah tua dari generasi pertama, mereka langsung menceritakan bagaimana kehadiran Gereja Pentakosta Indonesia di daerah dan bagaimana perjuangan penginjilan masa dahulu terkait dengan hal itu. Gereja yang hina, bahkan dikatakan bahwa gereja ini adalah kabar buruk bagi sebuah keluarga yang saat anggota keluarganya masuk ke Gereja Pentakosta Indonesia. Bahkan cerita tentang, ketika seorang isteri masuk ke Gereja kita, suami langsung membunuh isterinya tersebut. Cerita ini masih ditemukan dari para Hamba Tuhan yang sudah tua di Samosir. Seolah-olah kehadiran gereja ini malapetakan bagi orang Batak di daerah ini, karena perubahan pandangan gereja dari yang pemuja berhala menjadi pengikut Kristus. Kejadian-kejadian seperti itu di awal pelayanan HambaNya di gereja, kisah pahit dan manis bersama ketika mengawali pelayanan gereja, hal itulah yang membuat merasa satu dan merasa bahwa gereja itu melebihi keluarga sendiri bagi dirinya. Dan oleh rasa sepenanggungan seperti ini yang melahirkan lagu tersebut dan itu sudah menjadi bagian dari diri gereja yang membuat semakin bertahan untuk bertumbuh.
          Bagi generasi muda gereja, rasa dan semangat para terdahulu yang memperjuangkan iman Kristiani dengan cara gereja sendiri haruslah dipertahankan dengan cara semakin mencintai gereja dan semakin bersekutu luar biasa bagi sesame gereja kita. Bila kita satu, Tuhan akan memberikan kekuatan bagi gerejaNya untuk bertumbuh dan berbuah.

Roha Partamuei (Hati yang murah menjamu)
            Alangkah indahnya melihat senyuman yang tulus dan ikhlas dari tuan atau nyonya rumah ketika kita berkunjung atau bertamu ke rumah mereka. Hal inilah yang menjadi ciri gereja yang sangat indah dan sangat memberkati. Ada kesan yang indah dapat kita tangkap ketika kunjungan Bapak Ketua Rev Dr. MH. Siburian ke Samosir begitu bersemangat dan pernyataan dari Bapak Ketua juga menyatakan sukacitanya bila melayani di Samosir. Setelah bertanya kepada Pdt A Tarigan, pengurus pusat yang sering mendampingi Ketua tentang hal itu, Pdt A Tarigan menyampaikan rahasianya bahwa jemaat di Samosir menyuguhkan apa yang ada pada dirinya dan menyuguhkan selalu yang terbaik yang ada di daerah itu. Dan setelah menyuguhkan dan memberikan apa yang ada tersebut, jemaat di Samosir bersukacita dan percaya bahwa itu adalah berkat bagi mereka.
           
Ciri ini harus menjadi suatu yang tetap dipertahankan. Iman dan percaya kita, dengan memiliki hati yang ramah dan sukacita dalam menjamu, maka itu akan menjadi berkat yang indah. Alangkah betapa anehnya dan betapa tidak menyenangkan bila kita makan di rumah jemaat atau bahkan di rumah Hamba Tuhan, wajah seram dan merungut yang kita jumpai. Contoh : kita menghindari singgah di rumah Hamba Tuhan, karena isteri Hamba Tuhan yang tidak menyenangkan wajahnya. Ini akan menjadi batu sandungan bagi jemaat lainnya. Akan tetapi haruslah menjadi sosok seorang pemuda yang merasa rugi bila tamu bahkan Hamba Tuhan yang datang ke rumah kita tidak sempat kita jamu sesederhana apapun itu dan tetap memberikan yang terbaik.

Jalang-jalang Marisi (Salam berkat)
            Salam berkat bukan salam tempel. Salam berkat adalah salam pemberian dari jemaat yang berisikan uang yang diberikan kepada Hamba Tuhan. Pemberian ini berasal dari iman yang tulus untuk memberi kepada Hamba Tuhan dengan harapan bahwa pemberian itu sebagai jalan berkat dari Tuhan Yesus dalam hidupnya.
           
Memberikan sebagian apa yang ada dalam diri kita merupakan suatu kesempatan untuk senantiasa bisa menjadi berkat dan bahkan sebagai jalan berkat bagi kita. Motivasi member juga harus dikoreksi. Satu hal yang indah adalah bagaimana pemberian itu mengingatkan Hamba Tuhan mendoakan kita yang memberikan. Hal ini sangat terasa luarbiasa indahnya saat pertama sekali menerima hal seperti ketika dalam pelayanan. Kita merasa bertanggungjawab dan terbeban dengan jemaat yang memberikan kita salam berkat. Senantiasa kita diingatkan untuk mendoakannya. Untuk itulah ciri ini tetap harus tetap dipertahankan. Apa yang kita peroleh, baiklah kita menjadi berkat bagi sesama kita.
            
            Firman Tuhan pada Lukas 21:4  Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya." Hal ini tetap menjadi patokan yang indah dalam hal memberi. Hendaklah kita memberi dengan segala kesederhanaan, memberikan yang terbaik yang ada pada kita.

5 komentar:

  1. Haleluya...

    PujiTuhan artikel sdra.Harmoko Sinaga ini sangat membangun.. Biarlah setiap Generasi Muda Gereja Pentakosta Indonesia kedepan menjadi lebih indah dalam melayani Tuhan Yesus. Sepenuh hati dalam menyerahkan masa mudanya untuk melayani Tuhan, serta menjadi orang yang selalu meneladani karakter Tuhan Yesus dalam kehidupannya sehari-hari. Amin.

    Haleluya...

    BalasHapus
  2. bertambah wawasan mengenai gereja-gereja yg ada di Indonesia.. :)

    BalasHapus
  3. artikelnya bagus

    hanya saja masih ada ciri khas GPI yg lupa dicantumkan, ciri ini malah sangat kental dan melekat dan tidak ada dijumpai di denominasi lain diluar Gereja Pentakosta Indonesia

    Ciri khas nya yaitu sapaan : PUJI TUHAN kemudian dijawab dengan HALELUYA!!

    Kadang memang sdh ada yg mengganti dengan sapaan Syalom, Salam Sejahtera, dll, tapi kiranya salam khas pentakosta ini jangan kita tinggalkan karena memberikan makna yg sangat baik yaitu biarlah nama Tuhan yang ditinggikan selalu!!

    Haleluya!!

    BalasHapus
  4. Haleluya,,, cukup membangun.... mentalitas iman pemuda yang saat ini melemah...

    BalasHapus